Senin, 09 Januari 2017

KETENTUAN DAN PERATURAN PEMBUATAN PETA (part 1)

Undang-undang no.4 tahun 2011

Sebagaimana yang diketahui, dalam dictum menimbang UU nomor 4 Tahun 2011, terdapat dua pikiran pokok yang mendasari hadirnya Undang-undang Informasi Geospasial ini yaitu :
         1.   Dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya serta penanggulangan bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial
         2.  Agar informasi geospasial dapat terselenggara dengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna sehingga terjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum, maka perlu pengaturan mengenai  penyelenggaraan informasi geospasial.
Dengan adanya dua pokok pemikiran tersebut maka UU No.4 tahun 2011 disahkan. Menurut Pandi Nugroho, kehadiran undang-undang yang mengatur tentang Informasi Geospasial ini didedikasikan untuk beberapa tujuan utama yaitu :
        a. Untuk mendukung pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia, dimasa kini dan masa yang akan datang, sebagaimana diamanatkan pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
        b. Hadirnya UU-IG merupakan satu jaminan yang melengkapi hak dalam memperoleh informasi untuk meningkatkan kualitas pribadi dan kualitas lingkungan sosial sebagaimana dituangkan pada Pasal 28F, UUD 1945 bagi segenap Warga Negara Indonesia (WNI).
 Sementara rumusan Pasal 3 UU Nomor 4 Tahun 2011 menyebutkan bahwa kehadiran Undang-Undang ini secara langsung bertujuan untuk:
      1. Menjamin ketersediaan dan akses terhadap IG yang dapat dipertanggungjawabkan
        2. mewujudkan penyelenggaraan IG yang berdaya guna dan berhasil guna melalui kerja sama, koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
        3.mendorong penggunaan IG dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
       Terdapat dua prinsip utama dalam tubuh undang-undang informasi Geospasial tersebut antara lain pertama, bahwa informasi geospasial dasar (IGD) dan secara umum informasi geospasial tematik (IGT) yang diselenggarakan instansi pemerintah dan pemerintah daerah bersifat terbuka. Hal ini bermakna  bahwa :
a)      Bagi segenap WNI diberikan kemerdekaan untuk dapat mengakses dan memperoleh IGD dan sebagian besar IGT untuk dipergunakan dan dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat pun dapat berkontribusi aktif dalam pelaksanaan penyelenggaraan IG, untuk dapat menumbuhkan dan mengembangkan industri IG dengan baik.
b)      Bagi Pemerintah ; segenap penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah yang terkait dengan geospasial (ruang-kebumian) wajib menggunakan IG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Penggunaan IG yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan tersebut diharuskan karena mengingat bahwa IG yang digunakan oleh segenap penyelenggaraan pemerintah tersebut terbuka untuk umum (WNI) yang sewaktu-waktu dapat diakses dan digunakan pula oleh masyarakat.
       Kedua, bahwa IGT wajib mengacu kepada IGD. Prinsip atau aturan ini diberlakukan untuk menjamin adanya kesatupaduan (single referency) seluruh IG yang ada sehingga tidak ada lagi kejadian tumpang tindih IG dan perbedaan referensi geometri pada IG (peta).  kejadian tumpang tindih IG mengakibatkan borosnya anggaran pembangunan. Sementara itu perbedaan referensi geometris sering berakibat pada ketidakpastian hukum.
1.      Eksistensi UU Nomor 4 Tahun 2011 dalam Bidang Pertanahan.
2.      Bagaimana pengaruh UU Nomor 4 Tahun 2011 terhadap kegiatan pemetaan baik

       Dengan ditetapkannya Undang-Undang tentang Informasi Geospasial tentu saja berpengaruh terhadap  semua kegiatan pemetaan yang dilakukan baik secara manual maupun digital. Kehadiran UU tersebut secara langsung bertujuan mengadakan unifikasi kegiatan pemetaan secara nasional dengan menggunakan dasar yang sama. Hal ini diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 23 UU No. 4 tahun 2011. Di dalam Pasal 22 mengatur  bahwa Badan Informasi Geospasial (sebagai pengganti Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) bertanggung jawab dalam penyelenggaraan IGD (Informasi Geospasial Dasar). Sedangkan penyelenggaraan IGT (Informasi Geospasial Tematik) dilakukan oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah dan atau setiap orang berdasarkan tugas, fungsi, dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 23).       Pembuatan IGT sebagaimana yang dijelaskan pasal 19 dan 20 wajib mengacu pada IGD.
         Pembuatan IGD secara manual dan digital diatur dalam pasal 27 dan 31 UU tersebut. Asal 27  mengatur bahwa pelaksanaan pengumpulan data geospasial dapat dilakukan secara langsung melalui survey, pencacahan maupun dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara pengolahan data geospasial tersebut dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yang berlisensi dan/atau bersifat bebas dan terbuka.
      Terkait dengan pengolahan IGD, pasal 34 mengatur bahwa pemrosesan data geospasial harus dilakukan sesuai dengan standar yang meliputi :
1.      Sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem koordinat standar nasional, dan
2.      format, basisdata, dan metadata yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan IG lain.
Dengan demikian melalui pengaturan ini maka perwujudan unifikasi kegiatan pemetaan dapat dilakukan sebab setiap peta yang akan dihasilkan memiliki dasar, sistem koordinat dan sistem proyeksi yang sama.

      Badan Pertanahan Nasional RI sebagai salah satu instansi yang berkecimpung dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan di bidang kadastral pastinya merasakan dampak kehadiran undang-undang ini dalam kegiatan pengukuran dan pemetaannya. Dalam bidang pemetaan BPN RI telah mengeluarkan buku Norma, Standar, Pedoman dan Mekanisme (NSPM) Survei dan Pemetaan Tematik Pertanahan Edisi II Tahun 2009 yang diterbitkan oleh Direktorat Pemetaan Tematik untuk menjadi acuan pelaksanaan survei dan pemetaan tematik bagi jajaran Survei, Pengukuran dan Pemetaan Pertanahan baik di pusat, kantor wilayah dan kantor pertanahan kabupaten/kota. Dengan dikeluarkannya Undang-undang tersebut maka sudah seharusnya diperlukan penyesuaian segala bentuk aturan, petunjuk dan pedoman yang berhubungan dengan kegiatan pengukuran dan pemetaan instansi BPN RI dilakukan terhadap standar yang ditetapkan oleh Badan Informasi Geospasial.

Sumber:http://wwwferysblog-ferryrabu.blogspot.com/2011/05/eksistensi-undang-undang-nomor-4-tahun.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar